Mers Mematika tapi Bisa Diantisipasi



Mers ditemukan di Timur Tengah tepatnya di Arab Saudi, pada 2012. Di Indonesia hingga saat ini belum ditemukan kasus penyakit yang dikenal dengan nama Sindrom Pernapasan Timur Tengah tersebut.

Informasi resmi dari Pusat Komunikasi Publik, Kementrian Kesehatan RI pada 1 Juli 2013 menyebut, Mers merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus corona. Namun virus ini tidak sama dengan virus  corona penyebab Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), pun berbeda dengan virus corona yang telah ditemukan sebelumnya.

Karena merebak di Timur Tengah, banyak yang menyangka virus ini ditularkan oleh unta. Setelah diteliti, justru virus pada MERS mirip dengan virus corona yang ada pada kelelawar. Kelompok studi virus corona dari komite Internasional untuk Taksonomi virus, selanjutnya memutuskan, virus corona baru ini dinamakan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-Cov). Hingga saat ini para ilmuan belum menemukan vaksin untuk melawan virus tersebut.

Prof. Dr. Wiwien Heru Wiyono, PhD, Sp. P (k), FCCP dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Jakarta Timur  mengatakan gejala awal penyakit MERS relatif sama dengan gejala flu, seperti panas, batuk, dan pilek. Yang membedakan MERS dapat menyebabkan kematian.



Virus corona berkembang biak dengan cara membelah diri, terbilang ganas. Penyebarannyapun terbilang cepat. Bahkan, perubahan kondidi paru-paru pasien dapat terlihat dalam hitungan jam. “Paru-paru yang dalam kondisi normal berwarna hitam menunjukkan banyak jaringan yang memproduksi oksigen, ketika terinfeksi virus tersebut akan segera berubah menjadi putih”, ujar dr. Wiwien.

Penyebaran virus corona di tubuh manusia, menurut dr. Wiwien, dapat dideteksi melalui pengambilan sampel darah disekitar jalan pernapasan, kemudian di periksa kulturnya. Indentifikasijuga dapat diketahui dengan cara lebih canggih dan cepat melalui uji laboratorium deoxyribonucleic acid (DNA), asam nukleat yang menjadi tempat penyimpanan semua informasi genetik.

Kelompok Rentan

Orang-orang yang memiliki riwayat penyakit kencing manis, penyakit kronis, kurang gizi, pengidap HIV/AIDS, usia lanjut, dan anak-anak termasuk kelompok rentan terkena MERS. Karna mereka cenderung memiliki daya tahan tubuh rendah.

Mengigat penyebaran virus bisa melalui udara, maka salah satu upaya mengurangi risiko tertular ialah dengan pemakaian masker. Sebetulnya masker yang direkomendasikan adalah masker berbahan tebal yang umumnya dipakai untuk mereka yang bekerja di laboratorium. Tentu, masker tersebut kurang nyaman dipakai oleh masyarakat umum.

Adapun langkah lain menurut dr. Wiwien yang mudah dilakukan adalah menjaga kesehatan diri.
Imbauan dan Antisipasi.

1. Segera periksa diri ke dokter jika mengalami demam dan gejala sakit pada saluran pernapasan pada bagian bawah, seperti batuk, sesak napas dalam kurun waktu 14 hari sesudah perjalanan.

2. Tutuplah hidung dan mulut dengan tisu ketika batuk/bersin. Segera buang tisu tersebut ke tempat sampah.

3. Hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang belum dicuci.
4. Hindari kontak fisik dengan orang yang sedang sakit.
5. Bersihkan barang-barang yang sering disentuh dengan  menggunakan disinfektan.
Share on Google Plus

About healthy living

0 comments:

Post a Comment